Perumahan, Budaya dan Rasanya

Bismillaahirrohmaanirrohiim.. 

Itulah yang biasa kita katakan saat akan memulai sesuatu, pun dengan saya beberapa waktu lalu ketika akan pindah ke lingkungan baru, suasana baru, dan atmosfer baru. 

Setelah hampir dua tahun menikah, this is it! Finally I will live a real married life with my husband. Sebelumnya saya biasanya bilang half world a.k.a setengah married setengah pacaran, karna kami masih LDR dan tinggal di kosan masing-masing di kota yang berbeda. Kaya lagu itu tuh.. dari tujuh hari tlah kuberikan engkau dua hari, Sabtu... Minggu... hehehe. Selebihnya ya saya anak kost, suami anak kost pula. Sekarang, no more kost, adanya kontrak.. sambil nabung untuk beli rumah idaman, aamiin. 

Anyway, setelah sebulan mencari, akhirnya kami nemu rumah kontrakan yang sreg di hati. Rumah mungil cantik di lingkungan semi perumahan semi perkampungan. Kenapa semi, karena dalam satu RT ini ada 42 rumah yang termasuk di dalamnya, yang sebagian ada di lingkungan perumahan dan sebagian lagi di perkampungan warga yang memang asli daerah sini. Perumahan ini pun bukan yang one gate system seperti kebanyakan perumahan yang lagi marak dibangun sekarang, tapi kayanya sih agak menyesuaikan dengan lingkungan, jadi tetep mengangkat local wisdomnya kali ya.. in which siapa saja bisa bersliweran. 

Besar di kota kecil yang belum banyak perumahan membuat saya sangat terbiasa dengan kehidupan perkampungan, yang rumah-rumahnya tidak berpagar, tiap pagi, siang, dan sore bisa ketemu tetangga yang lewat dan saling menyapa, yang tiap subuh dan magrib banyak orang berjalan bersama ke masjid dan ada pengajian seminggu sekali serta arisan sebulan sekali. Pintu rumah juga selalu, emm.. kalo siang tentunya. Kalo ada tetanggga yang lewat depan rumah, udah teriak-teriak "Hoi mbaak.. piye, sido arisan nggak engko sore?", atau "masak apa buuu?" atau "arep neng ndi..". Jika kedua pelempar teriakan agak senggang, seringkali sapaan tersebut berlanjut pada obrol-obol lima menitan sampai setengah jam an. 

Kota besar khususnya yang tipikal daerahnya seperti perumahan, atau rumahnya berpagar, memiliki atmosfer yang sangat berbeda. Sepi, pintu-pintu berjarak, dan tegur sapa sebatas formalitas. Nggak heran di Jakarta banyak terjadi perampokan atau pencurian, bahkan penyekapan di rumah-rumah besar berpagar dan tetangga nggak ada yang tahu. Naudzubillah.. Kok rumah berpagar, kost dengan kamar mandi dalam saja orang-orangnya juga banyak yang nggak kenal satu sama lain. Walaupun nggak semuanya juga sih...
Seperated by wall
Tidak ada yang salah dan tidak ada yang benar. Ini hanya pergeseran fenomena sosial yang dipengaruhi berbagai faktor, yang mungkin beberapa diantaranya karena perbedaan tipikal pekerjaan orang-orang yang tinggal di perumahan dan perkampungan, perbedaan pola pikir, perbedaan penataan lingkunngan (berpagar dan tidak), dan yang sebetulnya paling mendasar, perbedaan karakter orangnya. Di perumahan pun ada beberapa orang yang sangat ramah, tiap yang lewat disapa, tanya kabar tanya mau ke mana dari mana (bukan kepo, tapi care), suka main ke sebelahnya.. Yang seperti ini tentunya kalau kita menggunakan stereotipe, akan terpikir bahwa ah yang seperti itu suka nggosip, rese. Wait, am I stereotyping right now? 
Tapi sungguh tergantung apa yang dibahas saat mengobrol dan main-main ke tetangga yang seperti bagaimana. 

Saya sendiri, hari-hari pertama tinggal di sini berasa sepi. Apalagi sudah jadi full time house wife dan kami masih berusaha menambah anggota baru a.k.a promil. Untungnya, setelah arisan RT pertama, saya berusaha mengenal sebanyak mungkin penghuni perumahan, walaupun diawali dengan menanyakan nama masing-masing. Bu Djarot, bu Heru, Bu Ari, bu Slamet, bu Hariadi, bu Drajat, haha.. berasa agak aneh awalnya. At first I was one of those who are quiet ignorant dan nggak banyak basa basi, tapi rasanya sepi banget. Sekarang selalu saya usahakan untuk membuka pintu setidaknya setiap pagi sampai matahari bikin rumah panas, dan sore ketika ada tetangga sebelah dan sebrangnya biasa ngajakin anak dan cucu mereka main di luar. Untuk apa? Ya untuk sekedar berbagi sedikit cerita, berbagi resep, menggendong anak-anak kecil lucu dan bersosialisasi. 

You know, life is much happier when you share things to people, when you communicate, when you socialize. Eyang Adam Smith benar, manusia adalah makhluk sosial, dan hidup akan lebih menyenangkan dengan itu. Pasti.

Reference
http://www.rgbstock.com/bigphoto/meZ8xH6/Seperated+by+wall
http://dangstars.blogspot.co.id/2013/04/manusia-merupakan-makhluk-ekonomi-homo-economicus.html



Comments

Popular posts from this blog

Chrysanthemum (Tea)

Rindu Itu Berat

What is Good Teacher?