Bahayanya Sebuah Berita

Indonesia, my beloved country where I live in, lagi musim bencana. Gak tanggung tanggung, bencana seakan nggrebek negara ini. Banjir di beberapa daerah terutama di Jabar terutama lagi di Jakarta, Tsunami di Sumatra lagi (Mentawai, Sumatra Barat), sama gunung meletus (Merapi, Jogja). Yang gemes tuh kalo liat berita yang bahasanya provokatif ato liat facebook dan media elektronik kaya' Yahoo! Answer, comment detik, sama kolom diskusi, pun media cetak di kolom opini. Jadi kesel-kesel sendiri sama komentar-komentar nggak mutu yang bisanya cuman nyalahin orang, dalam hal ini pemerintah pastinya.
Walo sama sekali nggak terkait sama afiliasi pemerintahan apa pun, tapi degan liat ato baca ky gitu ikutan panas.

Justru orang awam sih kalo menurutku, yang cuman bisa ngritik, komen pedes, dan nggak ngasi solusi. Tong kosong nyaring buntinya. Kemaren liat berita Banjir di salah satu tv swasta, pemberitaannya profokatif banget. Judul tag line nya lo "Pemerintah tidak tanggap ...(apa gitu lupa)". Kalo itu opini sih nggak masalah. Itu berita, semacem liputan 6 ato headline news yang harusnya jadi sumber informasi yang netral. Bukannya fungsi pers itu sebagai media informasi dan penyebar luasan berita. Nah kalo kaya gitu namanya media profokasi dan propaganda. Reporternya sama narator beritanya juga kasi kalimat-kalimat yang opini banget. "Pemerintah DKI seakan lari dari permasalahan banjir", ato "Banjir semalam yang membuat kota Jakarta lumpuh total adalah salah satu akibat dari kesalahan pemerintah yang tidak tanggap dalam bla bla bla.." "Dulu Jakarta adalah kota wisata air, namun seteah dijadikan pusat pemerintahan, bla bla bla..". Ya kalo acaranya semacem "Silet" ato yang bilang "bang napi", gak masalah. Ini lo sekilas info, judulnya aja lintas pagi.

Komen di facebook sama di detik juga banyak yang kacau. Yang "pemerintah nggak becus" lah, nyindir-nyindir lah. Iya sih, I myself do confess that the government are indeed sometimes annoying dengan tidur di rapat MPR yang notabene bahas kepentingan milyaran rakyat. Juga waktu ngelepasin SMI, ahli ekonomi yang pinter dan bijak (keikut opininya temen yang emang berkecimpung di dunia itu, jadi ya percaya aja). Tapi tetep aja media nggak menjalankan fungsinya dengan baik kalo kaya yang di atas tadi. Emang sih fungsi pers adalah sebagai pilar ke empat, di mana keseimbangan seharusnya terjaga karena publikasi yang dilakukan agar masyarakat tahu apa yang terjadi. Yang SEBENRNYA terjadi. Tapi, membentuk opini publik dengan memasukkan opini sendiri ntah itu ide editor, opini reporter ato dalam narasi beritanya, amat sangat tidak dibenarkan dan nggak mutu. HArusnya kalo mau memunculkan opini, sumbernya yang jelas, dan akan lebih baik kalo sumbernya akurat juga, orang-orang yang berhubungan langsung dan tahu menahu mengenai permasalahan yang lagi dibahas.

Jadi teman, jangan langsung percaya aja kalo liat berita, apalagi yang isiya mengandung kata sifat, ntah menjelek-jelekkan, ntah memuji-muji. Liat dulu sapa yang bilang, apa isinya, dan relevansinya. Kalo berita itu bersumbar lebih dari satu orang, berarti lumayan lah. Lebih baik lagi kalo sumbernya dari dua kubu. Maksudnya dari orang yang pro sama kontra, alias yang punya opini berbeda, tapi sama-sama punya ilmu. Semoga kita termasuk orang yang bijak dalam menilai. Amien.

Comments

  1. kan reporter memang sengaja memancing opini publik. Ben koran e laris.. semakin provokatif semakin sip..Ntar wis lek ak dadi reporter tak keki fakta yang berimbang.. hehe..amin2

    ReplyDelete
  2. Cieeee, Amieeeen. Tar tak coment i tulisane detik yg ujungnya (Obie, red) :D

    ReplyDelete
  3. sing iku g jadi.ak g teko interview e

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Chrysanthemum (Tea)

Rindu Itu Berat

What is Good Teacher?